Selasa, 17 Desember 2019

Kisah Wanita Dalam Film : Kim Ji Young Born 1982




x

    Bagi para penggemar film Korea nama besar Gong Yoo pasti bukan asing lagi. Aktor Korea yang seringkali memerankan peran unik dan beberapa film di layar lebar yang ia perankan pasti booming atau kontroversi. Saya sendiri mengikuti beberapa drama seri yang diperankan oleh Oppa Gong Yoo seperti "Coffee Prince" dan "Goblin" juga film layar lebar "Train to Busan", "Silenced". Belum semua saya jajal sih film yang diperankan oleh Oppa Gong Yoo tapi kali ini mau sedikit mengulas film terbaru yang diperankan Gong Yoo di tahun 2019 ini setelah hiatus bertahun tahun sejak drama seri boomingnya " Goblin".

       Film ini saya tonton streaming di rumah gara gara banyak review soal bukunya. Yapp film ini diangkat dari novel karya Cho Nam Jo dengan judul "Kim Ji Young born 1982". Awalnya tertarik ingin beli buku ini di periplus setelah melihat review buku ini di goodreads yang rata rata memberi rating 5 bintang. Biasanya saya pantang sekali menonton film yang diangkat dari buku sebelum saya tuntas membaca bukunya selesai. Belum sempat membeli dan baca novelnya saya sudah terlanjur nonton filmnya karena godaan Oppa Gong Yoo. (sutradara tau aja cara menarik minat penonton ). 

   Hasilnya setelah saya menonton film ini saya tidak menyesal karena cara sutradara mengemas semuanya begitu apik, sinematografi yang bagus, para pemeran dengan karakter kuat di film ini sukses bikin saya terhanyut dengan karya film satu ini apalagi di akhir film yang bikin saya nangis bombay. 

- SPOILER ALERT -
      Saya akan ulas secara garis besar saja karena terus terang saya jarang sekali mengulas film. Perlu saya ulas karena ini sangat berkesan buat saya apalagi ceritanya begitu dekat dengan perempuan terutama perempuan asia yang hidup di lingkungan patriarki. Film ini mengemas dengan apik bagaimana problematika yang dihadapi ibu rumah tangga yang full mengurus anak di rumah, dilema ibu bekerja meninggalkan anak di rumah, dilema wanita single dengan karier sukses, pelecehan verbal bagi para perempuan dari rekan kerja laki-laki, perempuan menikah yang belum dikaruniai anak hingga perempuan yang sudah cukup usia namun belum kunjung menikah dengan cibiran dan nyinyiran lingkungan sekitar.

      Pemeran utama wanita di film ini menjadi sentra utama konflik dalam cerita. Kim Jiyoung seorang istri dengan satu anak balita, seorang ibu rumah tangga yang fokus mengurus anak di rumah, menyiapkan segala keperluan suami , bersih- bersih, masak, belanja ke pasar. Rutinitas yang dilakukan setiap hari 24/7. Di film ini digambarkan secara dalam melalui karakter pemeran utama mengenai gejala depresi yang dialami banyak ibu rumah tangga yang seringkali tidak menyadari hal tersebut. Jiyoung sendiri mengalami gejala postpartum pasca melahirkan (bisa cek lebih detil mengenai apa itu postpartum depression ) yang berlanjut hingga usia anak balita.

    Gejala postapartum syndrome yang terjadi pada Jiyoung ini sangat disadari oleh sang suami (Gong Yoo). Bahkan sang suami mendatangi psikiater untuk meminta tolong untuk istrinya. Film ini memberi pesan pada penonton bahwa tidak apa untuk mengutarakan ke khawatiran kita dan meminta bantuan profesional (psikiater/psikolog). 

      Saat Dae Hyun sang suami meminta Jiyoung berlibur sementara dari rutinitas harian, Jiyoung menolak keras dengan alasan biaya liburan tidak murah dan khawatir akan jadi omongan sang ibu mertua karena dianggap hanya bisa membebani suami. Omongan pedas setajam silet dari ibu mertua menjadi salah satu faktor Jiyoung seringkali merasa depresi dan tak berguna. Jiyoung juga menolak untuk datang ke psikiater/psikolog dengan alasan biaya yang sangat mahal padahal sang suami sudah mendaftarkannya.
              
    Jiyoung juga kerap kali merindukan dirinya untuk kembali bekerja dan aktualisasi diri untuk mengatasi kejenuhan dan depresinya. Ia perlu bersosialisasi dengan orang lain tidak melulu dapur, rumah, pasar, daycare. (sayangnya di korea itu tidak ada geng arisan, kumpulan ibu RT atau RW yaaaa 😁setidaknya bisa sosialisasi sambil jualan tupperware, oriflame, jafra, ato laennya....eh jadi curcol ). Hingga satu titik Jiyoung berencana kembali bekerja dengan manager tempat ia bekerja dulu yang telah membuka kantor baru. Betapa Jiyoung semangat lagi seolah hidup lagi bahkan sudah mencari pengasuh untuk anaknya. 

     Sang suami yang sebenarnya dalam hatinya merasa khawatir anaknya tidak terurus bila Jiyoung bekerja lagi juga melihat kondisi psikologis sang istri yang tidak stabil tetap mendukung keputusan Jiyoung demi melihat sang istri bahagia. Bahkan Dae Hyun sang suami (Gong Yoo) menawarkan dirinya untuk mengambil cuti orang tua selama satu tahun demi mendukung keinginan Jiyoung untuk bekerja kembali. Baru tahu dari film ini di Korea ada cuti orang tua untuk mengasuh anak lalu akan kembali bekerja di perusahaan tersebut, cuti ini bisa diambil oleh laki-laki atau perempuan berkeluarga. 

       Keinginan Jiyoung ditentang habis-habisan oleh sang mertua yang memarahi Jiyoung karena egois dan mengatakan bahwa pendapatan wanita itu tidak lebih besar dari laki-laki bahkan dikatakan menghancurkan karier Dae Hyun yang sedang di puncak karier. Disini terlihat dilema Dae Hyun sebagai anak dan juga sebagai suami. Dae Hyun boleh dikatakan suami yang baik dan begitu sayang pada istrinya juga seorang anak yang patuh pada ibunya.

         Yang menarik dari film ini digambarkan melalui adegan dan sinematografi yang apik melalui cerita pendukung lainnya. Bagaimana perlakuan para karyawan pria yang kerap menganggap remeh karyawan wanita di kantornya melalui pelecehan verbal.

       Manager perusahaan Jiyoung tempat bekerja dulu adalah seorang perempuan yang memiliki karier cemerlang di kantornya kerap kali mengalami nyiyiran dari para lelaki. Ia seorang Ibu bekerja yang menitipkan anaknya pada ibunya dianggap sebagai ibu yang buruk juga anak yang tidak berbakti kepada orang tua. 
                    
          Film ini tidak hanya menggambarkan ibu rumah tangga yang depresi tapi juga perempuan secara umum. Terdapat salah satu adegan kakak Jiyoung yang juga perempuan belum menikah dan sudah berusia diatas 35 tahun jadi sasaran nyinyiran saat kumpul keluarga karena belum juga menikah. Juga moment saat Jiyoung  yang curhat pada suami setelah ia dicecar habis-habisan karena dia belum juga hamil oleh keluarga suami. Digambarkan juga adegan saat Jiyoung di nyinyir habis-habisan oleh pengunjung kafe sekitar saat ia hendak minum es kopi di kafe lalu minumannya tumpah oleh anaknya dan dikatai tidak bisa mengurus anak. 

        Bagaimana kisah akhir dalam film ini? happy ending? sad ending? film ini tidak memiliki plot twist namun benar-benar menggambarkan kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Untuk para penonton perempuan saat menonton ini pasti akan berkata di beberapa adegan " ini saya banget!!!", "iya banget ini kejadian sama temen ato sodara saya!!". Bagi para penonton laki-laki diharap membuka pikiran apa yang dirasakan wanita. Terlalu feminis kah film ini? saya tidak akan membahas itu....mungkin di tulisan saya berikutnya. 

          Setelah ini saya akan hunting beli bukunya dan berharap tidak membayangkan Gong Yoo saat membaca karakter Dae Hyun di bukunya. Saya suka filmnya dan untuk review bukunya saya akan upload di page goodreads saya nanti.

            Last but not least.....seringkali verbal bullying terjadi dari lingkungan terdekat. Be kind person and always say positive things to others. Karena kita tidak pernah tahu seberapa dalam menyakitkannya ucapan dan candaan yang kita lemparkan kepada orang lain entah itu teman, pasangan, saudara, keluarga atau orang asing. May you always have rainbow after the rainy day! Stay Happy everyone!

Unsere Haus
biene_maja 
Mittwoch, December 2019





Tidak ada komentar: