Jumat, 01 April 2011

Ideal Hanya Terdapat Dalam Dunia Ide


          Suatu siang di dalam ruang kelas kuliah dalam sebuah mata kuliah. Kami membahas sedikit tentang sebuah karya sastra dan berujung dengan perdebatan tentang sebuah definisi. Kedua kubu berargumen kuat dengan berbagai macam teori. Akhirnya ditengahi oleh sang dosen bahwa tidak selamanya bisa mengambil satu definisi pasti karena terkadang terdapat batas tipis antara kedua definisi tersebut. Tidak bisa hitam atau putih mungkin abu-abu…..hingga dosenku berkata bahwa ideal hanya terdapat dalam dunia ide.

           Sebuah kata yang sudah sejak lama terngiang dalam benakku sejak lama bahwa ke-ideal-an itu relatif. Pernah dalam sebuah percakapan ringan di sebuah perpustakaan alternatif, aku dan rekan-rekanku berbicara panjang lebar tentang "yang ideal" dalam kehidupan. Ia mengatakan bahwa hidup yang ideal itu keseimbangan seperti yin dan yang, hitam dan putih berdampingan. Katanya manusia tak luput dari dosa maka imbangilah dengan kebaikan. Rekanku yang lain mengatakan hidup ideal baginya adalah jangan setengah-setengah menjadi atau mengerjakan sesuatu bila ingin matre-matre sekalian bahwa hakikatnya manusia itu materiil untuk hidup di dunia ini. Katanya toh kamu tak mungkin makan rumput saja kan?

           Salah satu rekanku yang lain menceritakan kisah asmaranya yang kandas karena masalah "ideal". Ia mendambakan kekasihnya sesuai kekasih ideal dalam benaknya,  kemudian tanpa disadari mencoba membentuk sang kekasih sesuai dengan ide "ideal" yang terpatri itu sendiri. Dalam kasus lainnya rekanku terus mencari pekerjaan yang ideal baginya.

       Kembali bertanya pada diriku sendiri? apakah ideal itu bagiku? apakah yang ideal bagiku. Mungkin benar terkadang ideal itu hanya ada dalam dunia ide. Manusia bukan manusia sempurna dan kesempurnaan itu semacam ideal yang hanya terdapat dalam dunia ide…..ideal….ideal…ideal....hmphh.... 


by
JengMaya
Jatinangor, 11 April 2007
*catatan dari buku harianku yang lama*

Suatu Senja di Padang Rumput


                    Suatu senja di padang rumput…..dan aku menemukan kedamaian disana hanya terlentang dan mengamati capung-capung yang berterbangan diatas kepala. Sekejap menutup mata dan aku mendengar suara-suara damai yang telah lama aku rindukan, suara hembusan semilir angin dan tawa renyah yang membelai kupingku.
                    Aku hanya ingin semua ini bertahan sedikit lebih lama lagi. Ternyata setelah kedamaian itu….sebuah petualangan tak terlupakan kualami juga. Aku pikir itu hanya akan terjadi dalam Rakkaustarina saja, atau dalam ode dewa-dewi. Pernah aku bercerita tentang peri tapi itu semua belaka….hanya penenang jiwa sementara. Kali ini tidak bercerita tentang apapun hanya tentang hakikat seorang diriku…aku bukan abstrak….aku hakiki…
                 Berbicara tentang senja, mungkin senja di padang rumput itu tidak seindah penceritaan seorang Seno Gumira dalam " Sepotong Senja untuk Pacarku" . Tapi senja di padang rumput itu masih bisa kurasakan saat aku memejamkan mata dan berpikir tentang sepotong senja. Semoga tawa renyah tetap terbungkus dalam angin. Bukan angin yang berlalu begitu saja….namun angin yang berputar dalam satu siklus.

Senja di padang rumput menjadi sebuah cerita, kenangan dan pengharapan……

by JengMaya

Jatinangor, 4 April 2007

*ditemukan dalam buku harianku yang lama :D*

Tribute to Bung Pram

jemari yang terus torehkan keadilan
jemari yang terluka suarakan kepedihan
setiap kata berteriak lantang
membara bangkitkan semangat juang
atas keadilan yang telah terobek
terinjak....berdarah....hingga nanah
yang tak kunjung kering
bara api hanguskan buah hati
rantai kekang di pulau buru
tangan panjang yang membungkam
(menurut mereka karyamu provokasi)
tetap "membara"....
benar apa katamu
manusia harus bijak sejak dalam pikiran
dan benar juga ucapmu
yang benar juga akhirnya yang menang

itu benar

benar sekali

tapi kapan?

kebenaran tak datang dari langit
dia mesti diperjuangkan untuk menjadi benar.....

selamat jalan bung pram....

tribute 2 Pramoedya Ananta Toer
6 Feb 1925 -30 April 2006

*catatan dari buku harian saya di tahun 2006*

Shout Out!

"Why are you crying?" shivered the otter. "Because I am cold!" shouted the gnome. "Then why are you shouting?" chattered the otter. "Because," yelled the gnome, "when I shout it gets part of the cold from the inside out." 
— Stephen Cosgrove (Gnome from Nome) -