Sabtu, 28 Februari 2009

Ketika Mungil Bersedih

Beberapa hari ini salah satu murid perempuan saya tampak diam dan agak murung, saat istirahat dia hanya menatap dari jendela kelas sementara teman-temannya bermain dengan ceria di Halaman sekolah. Memang anak ini cenderung pendiam, namun belakangan ko agak aneh ya? wajahnya tidak seceria biasanya. Biasanya dia selalu tiba-tiba datang menghampiri saya dan menunjukkan permainan karet gelang yang telah diajari oleh ayahnya di Rumah, atau terkadang tiba-tiba bercerita tentang dirinya.

Wajah mungilnya yang manis namun belakangan agak muram membuat saya bertanya-tanya. Beberapa kali saya bertanya padanya kenapa tidak bermain diluar bersama teman-temannya. Anak tersebut selalu menjawab dia sedang sakit jadi ingin menjaga kondisi dulu untuk tidak bermain diluar (memang dia sempat beberapa kali tidak masuk sekolah dan agak bermasalah dengan paru-paru) atau sedang tidak ingin bermain dulu.

Terkadang saya ajak dia menggambar atau menemaninya membaca saat dia tidak mau bermain dulu diluar. Saya selalu bilang kalau ada apa-apa cerita ya sama bu Guru sambil tersenyum. Murid saya itu menjawab dengan mengangguk dengan tatapan yang saya tahu ada sesuatu yang ingin dia ceritakan.

Sampai satu waktu orangtuanya bercerita pada saya bahwa sang anak tiba-tiba bercerita pada orangtuanya (mungkin sudah terlalu lama dipendam) dia ada masalah dengan salah satu temannya di kelas yang selalu menyuruh-nyuruh dirinya untuk membawakan tasnya atau beberapa kali menghabiskan bekal minumnya...ketika dia menolaknya temannya memusuhinya. Semua itu terjadi diluar jam sekolah atau terkadang pada saat jam istirahat yang tentu luput dari pengawasan saya.

Saya ajak sang anak mengobrol ringan dan akhirnya berhasil juga dia mau cerita tentang masalah yang dia alami. Memang saya pernah perhatikan ketika anak yang bermasalah dengan dia tidak masuk, dia bisa lebih ceria bermain dengan teman-temannya. Ketika saya tanya ” Kamu mau main sama teman-teman ya? ” dia mengangguk, ” masih takut untuk bermain ya?” dia pun mengangguk lagi.....saya ajak dia bermain bersama teman-temanya. Sampai sekarang masih tahap interogasi heart to heart dengan teman-temannya yang lain untuk mengumpulkan informasi tentang kasus ini. Belum sampai saya kumpulkan semua anak yang bersangkutan untuk saya ajak ngobrol bersama-sama.

Saya bercerita pada orangtuanya bahwa dia akhirnya mau cerita, dan sudah mulai mau bermain dengan teman-temannya. Keesokan harinya orangtua murid saya tersebut bercerita bahwa dia sekarang lebih ceria mungkin lebih plong gurunya sudah tahu dan mulai merasa aman lagi.

Seringkali hal-hal yang luput dari pengawasan guru dapat mempengaruhi emosi mereka. Kejadian semacam ini yang saya pikir masuk dalam kasus intimidasi memang harus penangan cermat, langsung namun tetap lembut dalam pendekatan personal. Rasa sayang saya terhadap anak-anak didik saya membuat sedih saya ketika beberapa dari mereka bersedih akan sesuatu yang luput dari pengawasan saya. Cerita di seling jam kosong pelajaran tentang kasih sayang sesama teman cukup efektif juga untuk mereka. Subhanallah semakin hari semakin saya berterima kasih dan semakin sayang saya kepada Ibu saya, betapa tidak mudah menjadi orang tua sekaligus menanamkan nilai-nilai kebaikan.

Saya tidak suka ketika Ibu saya marah, maka saya belajar bersabar terhadap murid-murid saya, saya tidak suka ketika Ibu saya cuek terhadap saya maka saya belajar tersenyum terhadap murid-murid saya. Love you so much mom, love you all my children thanks for being so special in my life ;-)


By
Biene_maja